Hartanah

KH Ahmad Dahlan Mendorong Perempuan Berkemajuan

KH Ahmad Dahlan Mendorong Perempuan Berkemajuan

rumahkabin black

Sudah menjadi pengetahuan yang umum bagi kita bahwa pada zaman dahulu ruang gerak perempuan sangatlah terbatas. Bukan hanya itu, perempuan juga dipandang sebagai makhluk Tuhan yang lemah, tidak bisa mandiri, bahkan dipandang hanya bisa mengikut saja, manut. Seperti sebuah doktrin kepada perempuan yaitu, “Suarga Nunut, neraka katut” ( Ke surga ikut, ke neraka terbawa). Hal yang sama juga terjadi di daerah Kauman-Yogyakarta kala itu.

Kondisi Perempuan Dahulu

Perempuan seakan-akan hanya hidup dalam tiga aspek saja yaitu dapur, sumur, dan kasur. Dapur diartikan bahwa perempuan ditugaskan tugas-tugas rumah tangga seperti memasak dan juga menghidangkan makanan bagi keluarga. Sumur merupakan istilah yang dilakukan ketika perempuan harus menjalankan segala tugas domestik seperti mencuci pakaian dan menjaga kebersihan yang ada di rumah. Selanjutnya yaitu kasur, dimana perempuan harus melayani kebutuahan biologis laki-laki.

Hal-hal di atas menunjukan adanya pembatasan bagi perempuan yang mana siklus hidupnya hanya terbatas melakukan kegiatan pada tiga aspek diatas.

Selain itu, perempuan juga masih terkekang karena tidak dapat mengakses pendidikan dan juga mengembangkan potensi yang ada pada diri perempuan. Perempuan dinilai tidak perlu menempuh pendidikan karena pada akhirnya mereka akan kembali ke rumah untuk mengurus dapur, sumur, dan kasur.

Bahkan untuk berkegiatan di luar rumah termasuk untuk ibadah di luar rumah saja perempuan tak jarang mendapat kesulitan untuk memiliki ruang yang memadahi. Hal itu dinilai karena jika perempuan keluar rumah termasuk untuk beribadah dianggap akan menimbulkan fitnah-fitnah yang berbahaya. Lebih seramnya lagi, perempuan dikatakan jika nantinya akan menjadi pengguhuni neraka terbanyak.

Melihat apa yang telah disampaikan di atas, dapat kita ketahui kehidupan perempuan saat itu sangat terpenjara bukan hanya karena mendapatkan label yang merendahkan. Namun mereka juga tidak mendapatkan ruang untuk mengembangkan keinginan dan juga potensi mereka. Belum lagi para perempuan ini juga hidup dalam tekanan penjajahan, yang pastinya berpengaruh pada kondisi psikologis dan juga kondisi ekonomi yang sangat sulit.

Kiai Dahlan Mendorong Semangat Perempuan

Saat ini gerakan perempuan, kesetaraan gender atau feminisme sudah berkembang sangat pesat. Hal itu dapat dilihat dari aktivis, berbagai buku dan seminar hingga kampanye yang mengusung tema tersebut. Namun kita perlu melihat kebelakang, di saat bangsa ini belum merdeka dan juga masih dalam tekanan penjajahan. Muncul sosok lelaki muda yang turut memberikan semangat adanya kesetaraan gender dan juga pemenuhan hak bagi perempuan.

Ahmad Dahlan adalah sosok dari pendobrak adanya gerakan dan juga semangat kesetaraan gender itu. Di saat keadaan yang tidak stabil karena penjajahan dan juga norma masyarakat yang berlaku saat itu dinilai tidak adil bagi perempuan, Ahmad Dahlan justru tidak tinggal diam dan segera merespon atas ketidakadilan yang terjadi.

Selain memberikan pengajaran ilmu agama, sang pendiri Muhammadiyah tersebut juga turut memberikan semangat kepada masyarakat sekitar agar dapat mendapatkan kehidupan yang lebih maju dan mapan tak terkecuali perempuan. Hal tersebut tertuang dalam sebuah kisah saat Kiai Ahmad Dahlan sedang berdialog dengan anak-anak perempuan didikan Muhammadiyah.

***

Kiai Ahmad Dahlan bertanya, “Apakah tidak malu jika aurat kalian dilihat oleh kaum lelaki?”

Anak-anak perempuan tersebut menjawab bahwa mereka malu atas hal tersebut.

Mendengar jawaban itu Sang kiai pun berkata, “Jika malu, mengapa ketika kalian sakit lalu pergi ke dokter laki-laki? Apalagi ketika hendak melahirkan anak. Jika kalian memang benar-benar malu, hendaknya terus belajar dan belajar dan jadilah dokter, sehingga akan ada dokter perempuan untuk kaum perempuan.”

(Kisah diatas diambil dari buku Pesan & Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam Hikmah Muhammadiyah karya Abdul Munir Mulkhan – dengan perubahan kalimat)

Hal yang dilakukan oleh Kiai Dahlan pada kisah di atas dapat dikatakan melawan arus, karena pada saat itu warga pribumi termasuk perempuan masih sulit mendapatkan pendidikan. Apalagi lebih dari itu. Tapi itulah motivasi yang ditanamkan Kiai Dahlan agar perempuan di masa selanjutnya bisa terus berkembang dan tidak terpenjara oleh pembodohan norma yang tertinggal serta jauh dari keadilan.

Tak Sekedar Omong Kosong

Kiai Dahlan bukanlah sosok yang hanya berat dalam bicara saja tetapi kosong dalam amal perbuatan. Termasuk dalam hal perjuangan kesetaraan hak terhadap perempuan, Kiai Dahlan tidak hanya memberikan suara tanpa aksi nyata. Kiai Dahlan turut dalam usaha-usaha nyata agar perempuan dapat mendapat hak yang setara sesuai dengan peran dan juga potensi masing-masing.

Salah satu aksi nyata yang Kiai Dahlan berikan adalah akses pendidikan kepada seluruh masyarakat yang ada. Kiai Dahlan mendirikan sekolah sebagai bentuk perlawanan terhadap kebodohan dan juga ketertinggalan, termasuk bagi para kaum perempuan.

Kiai Dahlan memahami betul bahwa perempuan juga memiliki kedudukan yang sama dihadapan Allah dan perempuan juga memiliki hak yang setara dengan laki-laki. Oleh karena itu, Kiai Dahlan sangat mendukung penuh sang istri, Nyai Siti Walidah untuk turut memberdayakan dan juga mengangkat derajat kaum perempuan yang saat itu tertindas.

Pemberdayaan Perempuan

Pada tahun 1914 berawal dari  perkumpulan perempuan terdidik bernama Sopo Tresna hingga akhirnya pada tahun 1917 ketika peringatan Isra’ Miraj di kediaman Kiai Ahmad Dahlan, lahirlah organisasi pergerakan perempuan bernama Aisyiyah. Tujuan didirikannya Aisyiyah tak lepas dari adanya semangat untuk mengangkat derajat perempuan yang saat itu masih dianggap rendah dan tidak mendapatkan keadilan.

Setahun sebelum Kiai Dahlan berpulang, beliau turut mendirikan musala khusus bagi perempuan, Musala ‘Aisyiyah. Hal ini bertujuan agar perempuan memiliki ruang untuk beribadah dan juga mendapatkan keterampilan. Musala tersebut bukan hanya sebagai tempat para perempuan untuk belajar tata cara ibadah, namun mereka juga diberi keterampilan seperti menjahit, membuat batik, dan kerudung.

Bahkan tak lepas dari dukungan penuh Kiai Dahlan dan Nyai Siti Walidah, ‘Aisyiyah mendirikan TK Aisyiyah Busthanul Athfal (TK ABA). Perempuan dewasa diberi kesempatan untuk turut berkerja dengan mendidik anak-anak usia dini di TK ABA tersebut. Aksi ini digunakan untuk meningkatkan peran perempuan dalam kehidupan dan juga sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang ada.

Hal-hal di atas adalah beberapa bukti Kiai Dahlan yang terus memperjuangkan keadilan bagi perempuan. Beliau tidak hanya sekedar omongan dalam mewujudkan keadilan bagi perempuan, tetapi juga turut dalam aksi nyata. Beliau tidak memandang perempuan sebagai makhluk Tuhan yang dianggap rendah dan sumber fitnah. Namun Kiai Dahlan melihat perempuan sebagai makhluk Tuhan dengan hak dan juga derajat yang setara walaupun dengan peran yang berbeda.

Semoga kita dapat meneladani dan meneruskan perjuangan-perjuangan Kiai Dahlan dalam mewujudkan tampilnya Islam yang mencerahkan-berkemajuan.

Editor: Soleh

rumahkabin black
Desain Rumah Kabin
Rumah Kabin Kontena
Harga Rumah Kabin
Kos Rumah Kontena
Rumah Kabin 2 Tingkat
Rumah Kabin Panas
Rumah Kabin Murah
Sewa Rumah Kabin
Heavy Duty Cabin
Light Duty Cabin


Source link