Semua kisah dalam Al-Quran mengandung banyak tuntunan keagamaan, baik berupa prinsip-prinsip akidah, ibadah, moral, dan perilaku. Namun menurut Muhammad A. Khalafullah, semua tuntunan yang terkandung dalam kisah-kisah dalam al-Quran tidak menunjukkan tujuan dari penggunaan kisah-kisah tersebut. Sebab, perintah-perintah agama dalam al-Quran tidak semuanya disampaikan dalam bentuk kisah. Hal ini berbeda dengan pendapat Manna Khalil al-Qattan. Menurutnya, kisah-kisah dalam al-Quran bertujuan untuk menjelaskan asas-asas atau perintah-perintah agama Islam.
Dalam pandangan Manna Khalil al-Qattan, penggunaan kisah tentang kejadian di masa lalu dinilai dapat menarik perhatian para pendengarnya. Jika peristiwa-peristiwa di masa lalu memuat pesan-pesan suci dan mengandung pelajaran tentang kehidupan bangsa-bangsa terdahulu, maka kisah-kisah tersebut dapat tertanam dalam hati pendengarnya. Kisah-kisah yang benar (al-qashash al-haq) dengan sentuhan nilai sastra yang tinggi yang diturunkan dalam konteks masyarakat Arab yang telah mengenal keluhuran budi bahasa menjadi sangat relevan dalam hal ini.
Berdasarkan penelitian Muhammad Ahmad Khalafullah, tujuan qashash dalam Al-Quran dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) meringankan beban atau tekanan jiwa para nabi dan orang-orang beriman; (2) menguatkan keimanan dan keyakinan jiwa terhadap akidah Islam dan mengorbankan semangat berkorban, baik jiwa maupun raga; (3) menumbuhkan kepercayaan diri dan ketenteraman atau menghilangkan ketakutan dan kegelisahan; (4) membuktikan kerasulan Muhammad SAW dan wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadanya.
Pertama, qashash dalam Al-Quran dapat meringankan beban atau tekanan jiwa para nabi dan orang-orang beriman. Menurut Muhammad Ahmad Khalafullah, tantangan yang dihadapi para nabi sangat berat. Dalam menjalankan misi kenabian, para nabi mendapat tantangan hebat dari kaumnya.
Begitu pula Nabi Muhammad saw ketika menjalankan misi kenabiannya. Allah SWT berfirman: “Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan” (Q.s. al-Hijr [15]: 97). Dalam surat lain Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah” (Q.s. al-An’am [6]: 33).
Kisah-kisah dalam ayat-ayat tersebut menerangkan kondisi yang sedang menimpa Nabi Muhammad saw ketika berada dalam kesusahan. Demikian juga kondisi yang menimpa orang-orang beriman pada zaman Nabi SAW. Dengan kisah-kisah tersebut diharapkan jiwa-jiwa mereka tetap tenang dan tidak meninggalkan dakwah Islam sekalipun tantangan sangat berat.
Tujuan ini sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT: “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (Q.s. Hud [11]: 120).
Kedua, qashash dalam Al-Quran dapat menguatkan keimanan dan keyakinan jiwa terhadap akidah Islam dan menyalakan semangat berkorban. Dalam penelitian Muhammad Ahmad Khalafullah, tujuan ini dimaksudkan untuk membentuk jiwa-jiwa yang militan. Sentuhan-sentuhan jiwa militan yang mengakar dalam diri seseorang membutuhkan semangat baru yang dahsyat untuk melanjutkan dakwah Islam.
Kisah-kisah dalam Al-Quran yang mengandung nilai-nilai baru untuk diimani, dibela, dan diamalkan. Dengan begitu, jiwa-jiwa militan yang sudah terbentuk akan kokoh dalam mempertahankan keimanan.
Ketiga, qashash dalam Al-Quran dapat menumbuhkan kepercayaan diri dan ketenteraman atau menghilangkan ketakutan dan kegelisahan. Menurut Muhammad Ahmad Khalafullah, kisah-kisah dalam al-Quran sangat penting dalam upaya menumbuhkan kepercayaan diri dan menghilangkan ketakutan orang-orang beriman.
Al-Quran sering melukiskan pertolongan berupa kemenangan bagi para pejuang di jalan Allah. Sebaliknya, kisah-kisah dalam Al-Quran sering melukiskan kehancuran orang-orang yang menentang ajaran Allah SWT.
Keempat, qashash dalam Al-Quran membuktikan kerasulan Muhammad SAW dan wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadanya. Menurut Muhammad Ahmad Khalafullah, mayoritas kisah-kisah yang berhubungan dengan kehidupan dan tantangan Nabi Muhammad tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh para nabi terdahulu, seperti Nabi Ibrahim, Musa, dan lain-lain. Artinya, kisah-kisah dalam Al-Quran yang berhubungan dengan kehidupan Nabi Muhammad saw adalah bentuk dari pembuktian kerasulannya.
Muhammad Ahmad Khalafullah tidak memasukkan tujuan kisah-kisah dalam Al-Quran sebagai bantahan terhadap ahlu kitab dan metode penyampaian pesan yang sangat berkesan di hati pendengarnya. Manna Khalil al-Qattan berpendapat bahwa selain bertujuan untuk meneguhkan hati dan membenarkan kenabian Muhammad SAW, kisah-kisah dalam Al-Quran juga bertujuan untuk membantah dan mengungkap kebohongan para ahli kitab.
Allah SWT berfirman: “Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman” (Q.s. Yusuf [12]: 111).
Dilihat dari jenisnya, kisah-kisah dalam Al-Quran yang tersebar dalam 35 surat dan terdiri atas 1.600 ayat dapat dibedakan menjadi tiga kategori: pertama, kisah para nabi; kedua, kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya; ketiga, kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa pada masa Rasulullah SAW.
Kisah para nabi paling mendominasi qashash dalam Al-Quran. Menurut Manna Khalil al-Qattan, kisah-kisah para nabi mengandung pesan-pesan dakwah mereka kepada kaumnya. Di samping mengandung pesan ajaran-ajaran agama, kisah-kisah para nabi juga menerangkan mukjizat-mukjizat yang menjadi pendukung kenabian mereka.
Dalam kisah-kisah para nabi terkandung pemikiran, sikap, dan perbuatan orang-orang yang memusuhi dakwah mereka serta akibat-akibat dari orang-orang yang mendustakan para nabi. Contoh kisah para nabi yang dimuat dalam Al-Quran seperti Nabi Ibrahim, Musa, Harun, Isa, Muhammad, dan lain-lain.
Selain kisah para nabi, qashash dalam Al-Quran juga berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Kategori kisah ini juga berisi tentang cerita bangsa-bangsa terdahulu yang musnah akibat perbuatan mereka yang mendustakan para nabi, misalnya bangsa Sodom, kaum Nabi Nuh, bangsa ‘Ad (kaum Nabi Hud), kaum Tsamud (kaum Nabi Shalih), dan lain-lain.
Menurut Manna Khalil al-Qattan, selain kisah para nabi, qashash dalam Al-Quran juga memuat kisah tentang individu-individu yang memiliki keistimewaan tertentu dan orang-orang shalih yang tidak dipastikan kenabiannya. Kisah tentang individu-individu yang memiliki keistimewaan tertentu seperti Qarun, Thalut-Jalut, dan Harut-Marut. Kisah tentang orang-orang shalih yang tidak dipastikan kenabiannya seperti Zulkarnain, dua putra Nabi Adam (Qabil dan Habil), Imran, Maryam, Ashabul Ukhdud, Ashabul Kahfi, dan lain-lain.
Qashash dalam Al-Quran yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa pada masa Rasulullah saw seperti peristiwa Isra-Mi’raj dan Hijrah. Selain peristiwa-peristiwa tersebut, menurut Manna Khalil al-Qattan, peristiwa perang Badar, Uhud, Hunain, Ahzab, dan Tabuk juga termuat dalam Al-Quran. Perang Badar dan Uhud dikisahkan dalam surat Ali Imran. Serang Hunain dan Tabuk dikisahkan dalam surat at-Taubah. Sedangkan perang Ahzab dikisahkan dalam surat al-Ahzab.
Fungsi Edukatif Qashash
Para sarjana muslim sepakat bahwa qashash dalam Al-Quran memiliki relevansi dengan proses pembelajaran umat. Indikasinya berdasarkan firman Allah SWT: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal” (Q.s. Yusuf [12]: 111). Kisah-kisah dalam Al-Quran dapat menjadi pelajaran (‘ibrah) bagi orang-orang yang mempunyai akal (ulu al-abab) atau mereka yang terdidik.
M. Hasbi ash-Shiddieqy (1986: 146), dalam buku Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Quran/Tafsir, menyebutkan bahwa kisah-kisah dalam Al-Quran mengandung pengajaran-pengajaran dan petunjuk-petunjuk yang berguna bagi para penyeru kebenaran dan bagi orang-orang yang diseru kepada kebenaran. Menurutnya, pengajaran yang tinggi menjadi cermin perbandingan bagi segala umat. Di dalam kisah-kisah Al-Quran terdapat pesan moral yang luhur.
Fungsi ‘ibrah setiap kisah dalam Al-Quran menjelaskan asas-asas atau perintah-perintah agama. Karena mengandung asas-asas atau perintah-perintah agama, maka qashash dalam Al-Quran tidak hanya mengandung pesan moral yang luhur. Tetapi sekaligus menjelaskan dasar-dasar agama, baik dari aspek teologis maupun ritual ibadah.
Sekalipun qashash dalam Al-Quran mengandung ‘ibrah bagi ulu al-albab, tetapi penggunaan kisah-kisah dalam Al-Quran tidak menunjukkan tujuannya. Artinya, penggunaan kisah-kisah dalam Al-Quran bukan bertujuan untuk sekedar memberikan kabar (naba’/hadits) tentang peristiwa-peristiwa di masa lalu yang mengandung pengajaran bagi umat Islam. Khususnya pengajaran moral, ritual ibadah, dan teologi.
Argumentasinya, Al-Quran tidak semuanya menggunakan kisah-kisah dalam menyampaikan ajaran agama. Artinya, kisah-kisah dalam Al-Quran hanya salah satu metode dalam proses penyampaian ajaran agama. Dalam beberapa kasus, penyampaian wahyu yang berisi perintah-perintah agama menggunakan metode imla (dikte) seperti pada peristiwa turun wahyu pertama (Sirah Ibnu Hisyam, 2000: 197-198).
*) Tulisan ini merupakan seri ketiga dari serial Fikih Peradaban Islam Berkemajuan yang ditulis oleh sejarawan Muhammadiyah, Muarif. Baca seri pertama Fikih Peradaban Islam Berkemajuan berjudul Ikhtiar Menulis Sejarah Pendekatan Budaya di sini dan seri kedua berjudul Alquran, Wahyu yang Menyejarah di sini.
Desain Rumah Kabin
Rumah Kabin Kontena
Harga Rumah Kabin
Kos Rumah Kontena
Rumah Kabin 2 Tingkat
Rumah Kabin Panas
Rumah Kabin Murah
Sewa Rumah Kabin
Heavy Duty Cabin
Light Duty Cabin
Source link