Ada sebuah pondok tua yang terletak di lereng pegunungan. Jauh dari pemukiman warga, Pondok itu terkenal dengan santri-santrinya ahli tirakat. Semua punya kebiasaan tirakat macam-macam. Ada yang mewajibkan puasa tiap hari, istilahnya dalail. Ada yang ke mana-mana mulutnya berzikir. Ada yang mengaji Al-Qur’an tanpa henti.
Konon, gemblengan pondok tersebut juga tidak main-main. Karena tidak hanya persoalan kitab kuning dan ngaji yang diutamakan, aspek rohani dan menirakati diri sendiri menjadi andalan pondok itu jika dibanding pondok pesantren lain.
Suatu hari, Pak Kyai pondok memanggil satu santri. Santri itu spesial memang. Khalayak pondok sudah mengerti dia tidak pernah kelihatan puasa. Tidak umak-umik zikir, bahkan sering tidur sewaktu pengajian kitab. Lama waktu santri itu menjadi omongan satu pondok. Pak Kyai yang mendengar ceritanya dari pengurus pondok langsung tanggap akan memberi wejangan.
“Ayo, cepat ikut. Pak Kyai manggil kamu.” seru Keamanan Pondok ke biliknya saat santri itu asik tidur-tiduran. Dia ditugaskan mengantar santri itu ke pengasuh pesantren. Keduanya menuju ke ruangan tamu ndalem. Setelah membuka pintu, mereka duduk di kursi kayu jati dengan ukiran khas Jepara-nan. Kursi-kursi antik itu kelihatan mewah dengan pernik plitur yang mengkilap.
Santri itu bernama Sukron, asalnya dari daerah ujung timur Pulau Jawa. Badannya lumayan besar karena porsi makannya lebih dan tidak pernah puasa. Mereka berdua duduk berdampingan. Si pengurus keamanan amat tersiksa karena harus duduk berdesakkan satu kursi. Sesekali dia menoleh ke arah jendela, menunggu angin lewat demi membendung perasaan jengkel.
Pak Kyai akhirnya masuk ke ruang tamu ndalem. Beliau merasa ada yang ganjil di ruangan itu. Akan tetapi, beliau masih kokoh dengan sikap tenangnya. Aura pemimpin pesantren memang luar biasa. Itu sebabnya, beliau amat disegani santri dan masyarakat sekitar. Berbeda dengan tamu lain, di hadapan Sukron Pak Kyai terlihat gelisah.
Beliau membuka percakapan, “Kamu yang namanya Sukron ya?”
“Betul, Pak Kyai.”
“Kamu tahu kan ini pondok tirakat. Setiap santri harus punya laku, biar hidupnya baik. Kata pengurus, kamu ini beda sendiri dari teman-teman kamu.” Pak Kyai langsung berterus terang menanyakan perihalnya.
“Saya aslinya tidak kuat Kyai kalau puasa, apalagi baca zikir panjang-panjang,” jawab Sukron sekenanya. Sebetulnya, dia tidak punya amalan apa-apa. Niat mondoknya juga karena permintaan orang tua dan agar tidak menganggur di rumah.
Pak Kyai mengambil jeda, ia masih berpikir apa yang dilakukan Sukron.
“Terus tirakatmu selama ini apa?” Pak Kyai memasang muka serius.
“Saya berlatih zuhud Pak Kyai.” Sukron agak meringis, menahan malu kepada gurunya itu. Ia tahu betul apa yang diucapkannya tidak dari hati.
Ruangan itu sunyi oleh jawaban Sukron. Pak Kyai menyandarkan punggungnya ke kursi. Arah kedua matanya terbang ke langit-langit ruangan. Helaan napasnya terdengar di telinga Keamanan dan Sukron. Mereka masih terdiam menunggu jawaban dari Pak Kyai.
“Zuhud?” Hahaha.” Pak Kyai tidak sanggup menahan tawanya. Pengurus keamanan juga bingung dengan situasi di depan matanya. Dia ikut saja tertawa, meskipun sungkan menampakkan.
“Sukron, Aku kasih tahu ke kamu ya.” Pak Kyai mengumbar aura kebijaksanaan, dan sama sekali tidak muncul nada marah.
Pak Kyai menggeser posisi duduk dan mendekati Sukron. Ia berbisik di lubang telinga Sukron. “Kron, zuhud itu beda tipis dengan kecut. Besok-besok, bajunya dicuci, ya.” Kata Pak Kyai amat pelan.
Sukron kikuk dan merasa malu setengah mati. Ia akhirnya mengangguk dan tersenyum kepada Pak Kyai. Sementara itu, si pengurus keamanan masih tenggelam oleh kebingungannya.
Desain Rumah Kabin
Rumah Kabin Kontena
Harga Rumah Kabin
Kos Rumah Kontena
Rumah Kabin 2 Tingkat
Rumah Kabin Panas
Rumah Kabin Murah
Sewa Rumah Kabin
Heavy Duty Cabin
Light Duty Cabin
Source link